UNAGI4D - Parkir: Antara Kebutuhan dan Kantong yang Menjerit (Judul Alternatif: Parkir Makin Mahal: Selamat Datang Era Dompet Tipis?)

UNAGI4D - Jakarta, 10 Juni 2025 - Kabar mengenai potensi kenaikan tarif parkir semakin santer terdengar, membuat para pemilik kendaraan pribadi di berbagai kota meradang. Kenaikan ini dipicu oleh beberapa faktor utama, mulai dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang mulai berlaku sejak Januari 2025, hingga perubahan status Jakarta yang berdampak pada tarif pajak parkir.

Di Jakarta, wacana kenaikan tarif parkir bahkan telah memicu pro dan kontra. Beberapa pusat perbelanjaan besar dilaporkan telah menerapkan tarif parkir baru sesuai dengan peraturan gubernur yang berlaku. Kondisi ini diperparah dengan keluhan warga yang merasa khawatir menggunakan transportasi umum karena pandemi COVID-19, namun di sisi lain, terbebani dengan biaya parkir yang terus meningkat. "Naik bus takut COVID, gaji sebulan habis buat parkir," keluh seorang warga Jakarta.

Asosiasi parkir pun turut memberikan tanggapannya terkait wacana kenaikan tarif parkir ini. Mereka berharap kenaikan tarif dapat mendorong masyarakat untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi publik. Namun, efektivitas kebijakan ini masih menjadi pertanyaan besar, mengingat kondisi transportasi publik yang belum memadai di banyak kota.

Sementara itu, di Banjarmasin, muncul desakan agar tarif parkir mobil juga diturunkan, menyusul penurunan tarif retribusi parkir roda dua yang telah dilakukan oleh Wali Kota. Hal ini menunjukkan bahwa isu tarif parkir menjadi perhatian serius bagi masyarakat di berbagai daerah.

Dengan Jakarta yang kehilangan statusnya sebagai Ibu Kota, tarif pajak parkir di kota ini diprediksi akan mengalami kenaikan. Dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), disebutkan bahwa tarif pajak jasa parkir dapat ditetapkan hingga maksimal 25%. Usulan tarif ini tentu akan mengubah ketentuan yang berlaku saat ini dan berpotensi membebani para pemilik kendaraan.

Kenaikan tarif parkir ini menjadi dilema tersendiri bagi masyarakat. Di satu sisi, pemerintah mungkin memiliki alasan kuat untuk menaikkan tarif, seperti meningkatkan pendapatan daerah atau mengurangi kemacetan. Namun, di sisi lain, kenaikan ini dapat memberatkan masyarakat, terutama mereka yang mengandalkan kendaraan pribadi untuk mobilitas sehari-hari.

Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan dengan matang dampak dari kenaikan tarif parkir ini dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak. Perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem transportasi publik, agar masyarakat memiliki alternatif yang layak dan terjangkau selain menggunakan kendaraan pribadi. Jika tidak, kenaikan tarif parkir hanya akan menjadi beban tambahan bagi masyarakat yang sudah terhimpit berbagai masalah ekonomi.

Opini Publik Terpecah: Tarif Parkir Naik, Dompet Menangis, Transportasi Umum Jadi Tumpuan?

Jakarta, 10 Juni 2025 - Isu kenaikan tarif parkir kembali mencuat dan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Kenaikan ini dipicu oleh kombinasi faktor, mulai dari implementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% hingga perubahan status Jakarta yang berdampak pada regulasi pajak daerah.

Jakarta: Dilema Ibu Kota Baru, Tarif Lama atau Tarif Baru?

Dengan ditetapkannya Ibu Kota Negara (IKN) baru, Jakarta kini menghadapi transisi yang kompleks. Salah satu dampaknya adalah potensi kenaikan tarif pajak parkir. RUU DKJ mengusulkan tarif pajak jasa parkir maksimal 25%, sebuah perubahan signifikan dari Perda sebelumnya.

  • Pasal 41 ayat 1 RUU DKJ: Tarif pajak jasa parkir ditetapkan paling tinggi 25%.
  • Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2010: Tarif pajak jasa parkir sebesar 20%.

Asosiasi Parkir Angkat Bicara: Teori vs. Realita Bisnis

Menanggapi wacana kenaikan tarif, Ketua Indonesia Parking Association (IPA), Rio Octaviano, menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek bisnis secara komprehensif.

  • Parkir sebagai additional income: Pengelola parkir berperan sebagai tools untuk memaksimalkan pendapatan properti.
  • Kenaikan tarif dapat menurunkan kunjungan: Masyarakat cenderung memilih tempat yang lebih terjangkau.
  • Pendapatan parkir untuk operasional: Biaya listrik, perawatan, dan fasilitas gedung parkir ditutupi dari hasil parkir.

Pengamat Transportasi: Mendorong Masyarakat Beralih ke Transportasi Umum

Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) merekomendasikan kenaikan tarif parkir sebagai bagian dari manajemen parkir yang bertujuan mengurangi kemacetan.

  • Tujuan utama: Mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum.
  • Dampak yang diharapkan: Penurunan jumlah kendaraan di jalan raya dan pengurangan kemacetan.

Daerah Lain Ikut Bereaksi: Banjarmasin Minta Tarif Parkir Mobil Turun

Di tengah isu nasional kenaikan tarif, Banjarmasin justru mengupayakan penurunan tarif parkir mobil, mengikuti keberhasilan penurunan tarif retribusi parkir roda dua.

Dampak Ganda: Antara Pendapatan Daerah dan Beban Masyarakat

Kenaikan tarif parkir menghadirkan dilema bagi pemerintah dan masyarakat.

  • Potensi peningkatan pendapatan daerah: Tarif yang lebih tinggi dapat meningkatkan PAD.
  • Beban ekonomi bagi pemilik kendaraan: Terutama bagi mereka yang bergantung pada kendaraan pribadi untuk mobilitas sehari-hari.

Solusi Jitu: Transportasi Umum yang Layak dan Terjangkau

Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi dari kenaikan tarif parkir dan mencari solusi yang adil.

  • Evaluasi dan peningkatan sistem transportasi publik: Menyediakan alternatif yang layak dan terjangkau bagi masyarakat.
  • Kajian mendalam sebelum implementasi: Memastikan kebijakan tarif parkir tidak memberatkan masyarakat dan efektif mengurangi kemacetan.

Kenaikan tarif parkir bukan hanya sekadar masalah biaya, tetapi juga menyentuh isu transportasi, ekonomi, dan kualitas hidup masyarakat. Kebijakan yang bijak dan terukur sangat dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan kebutuhan masyarakat.


Lebih baru Lebih lama